OPINI
Oleh
ICAL PBSI
Menjelang minggu terakhir saat
pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS) banyak mahasiswa menyibukkan diri
mencari dan mempersiapkan materi untuk UTS. Mulai meminjam catatan teman,
mengkopi file materi dosen mata kuliah, bahkan saking pintarnya mahasiswa dalam
menyiapkan materi ujian, mereka mengkopi materi atau catatan teman dengan
ukuran super kecil menjadi sebuah contekan atau kepek’an. Terkadang ada juga
mahasiswa yang merangkum materi tersebut di selembar kertas kecil yang kemudian
disisipkan di tempat pensil. Banyak trik dan cara yang dilakukan mahasiswa demi
menempuh ujian yang mungkin memang kenyataannya memberatkan mahasiswa,
khususnya untuk mahasiswa yang kurang pintar
Yogyakarta - 20 Oktober 2014 kemarin
Universitas Ahmad Dahlan(UAD) melaksanakan Ujian Tengah Semester (UTS) semester
gasal 2014. UTS yang dilaksanakan selama dua minggu tersebut menyisakan cerita
menarik dan mengundang perhatian segelintir orang untuk membicarakannya.
Pasalnya masih terdapat beberapa kecurangan yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa
dalam pelaksanaan UTS. Kecurangan
yang paling sering dilakukan mahasiswa adalah mencontek. Mencontek merupakan
usaha untuk menjawab soal dengan bantuan-bantuan yang tidak diperbolehkan. Hal tersebut sangat akrab dengan mahasiswa.
Hampir setiap mahasiswa pernah mencontek baik itu dengan frekuensi
kadang-kadang ataupun jarang. Tingginya tingkat mencontek dikalangan mahasiswa
serta bermacam-macam cara mahasiswa untuk mencontek menimbulkan suatu
keprihatinan. Kebiasaan mencontek dikalangan mahasiswa bisa berdampak buruk
bagi perkembangan karakter mahasiswa. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa pihak menyayangkan dengan kejadian
tersebut, khususnya para dosen pengampu mata kuliah di UAD sendiri. Dalam
beberapa kali perkuliahan, dosen sering menyinggung masalah kebiasaan mahasiswa
mencontek. Dalam kejadian tersebut, masih terdapat mahasiswa yang kedapatan
membawa contekan di dalam kelas. Bukan itu saja, masih banyak pula mahasiswa
yang masih gemar mencontek pekerjaaan orang lain. Temuan-temuan tersebut lantas
membuat beberapa pihak menyayangkan adanya praktik contek-mencontek dikalangan
mahasiswa. Budaya mencontek atau membuat kepe’an yang dilakukan mahasiswa
merupakan suatu bentuk tindakan tidak terpuji dan tidak mencerminkan
sebagaimana nama yang disandangnya. Makna maha-siswa yang jelas berarti siswa yang Maha, siswa
segala siswa, siswa yang Agung, dinilai melebihi derajat siswa
biasa semisal SD, SMP, dan SMA. Mahasiswa yang seharusnya menjadi sebuah
panutan dan teladan bagi perbaikan generasi mendatang, malah sebaliknya
memberikan contoh yang buruk. Bagaimana bisa pendidikan negara ini maju jika para calon pendidik yang
akan disiapkan untuk jangka panjang tidak bermoral. Tidak mengherankan banyak
pendidik yang tidak berkompeten dan tidak memenuhi syarat sebagai pendidik jika
sebelumnya selama menempuh bangku perkuliahan memberikan contoh yang tidak
baik, khususnya dalam hal mencontek.
Percaya
diri
Dalam
kaitannya dengan kasus seperti itu, faktor yang berperan dalam hal ini adalah kurangnya
rasa percaya diri mahasiswa dalam menempuh ujian dengan jujur tanpa
mengandalkan contekan atau kepe’an. Banyak mahasiswa yang takut mendapatkan
nilai jelek lantas menghalalkan segala cara demi mendapatkan nilai secara
maksimal. Bukan itu saja, masih terdapat beberapa mahasiswa yang malas-malasan
menempuh perkuliahan. Yang penting masuk kelas dan absen. Kata-kata tersebut
sering terdengar dikalangan mahasiswa yang sedang mengobrol atau nongkrong
dengan teman sekelas atau teman lain. Kurangnya kepekaan mahasiswa dalam
menyiasati perkuliahan, mengatur waktu antara belajar dan bermain mungkin
menjadikan mahasiswa menjadi malas atau aras-arasen dalam belajar, yang
kemudian menempuh cara instan melalui mencontek pekerjaan teman atau membuat
kepe’an. Budaya saling contek-mencontek yang kian hari semakin berkembang
tersebut tidak mudah untuk dihilangkan. Terutama dengan era modern seperti
sekarang. Banyaknya teknologi canggih semisal gadget atau handphone yang masuk
dalam pasar Indonesia, semakin memudahkan mahasiswa dalam melakukan aksinya.
Terlebih lagi teknologi yang semakin mutakhir tersebut menyediakan fitur-fitur
yang sangat mendukung. Kita ambil contoh, sebuah aplikasi browser sebagai mesin
pencari informasi apa yang kita butuhkan dalam hitungan detik. Meski bermanfaat,
namun masih banyak pihak yang menggunakannya tanpa dasar manfaat yang tidak
jelas. Bukan mengarah ke hal positif melainkan ke arah yang negatif. Kembali ke
bahasan mencontek, budaya
mencontek kiranya bukan hal baru atau hal tabu lagi. Mencontek seakan merupakan
hal lumrah SD hingga SMA dan, akhirnya hingga Perguruan Tinggi yang dilakoni
oleh mahasisiwa.
Fenomena mahasiswa mencontek
Mahasiswa dan budaya mencontek adalah sebuah kebutuhan dan rasa kepepet. Jika dirasa kurang persiapan belajar serta kurang dalam mengumpulkan materi ujian, mahasiswa terpaksa nyontek sana-sini. Atau jika dirasa ketika ujian tiba-tiba bingung dan tidak konsen akibat ada suatu masalah, maka tidak jarang mahasiswa mencontek. Tidak bisa dibenarkan, mencontek memang bukan satu hal yang patut dicontoh, namun mahasiswa terkadang memiliki banyak alasan untuk sekedar membenarkan perlakuan mereka dalam hal mencontek karena alasan kurang dalam hal belajar, tidak mempunyai bahan ujian atau sederet alasan lain yang membuat mahasiswa terpaksa harus mencontek temannya agar mendapatkan hasil yang bagus. Hal yang paling baik dilakukan oleh mahasiswa adalah bersikap jujur pada diri sendiri, meskipun nantinya hasil ujian yang didapatnya kurang memuaskan, yang terpenting adalah hasil jerih payah mahasiswa sendiri tanpa mencontek. Meskipun hasilnya nilai yang mungkin tidak memuaskan, harusnya mahasiswa menjadi terpacu lebih keras untuk belajar. Daripada mendapatkan nilai bagus dari hasil mencontek, sementara kita tidak tahu sebatas mana kemampuan intelektual kita. Baiknya mengerjakan sendiri jika ada kesalahan serta memperbaiki kekurangan dalam belajar, bukan dengan mencontek. Sedikit mengingat kembali, berdasarkan fenomena pelaksanaan tes disekolah, baik ulangan harian, ulangan umum semesteran maupun ujian nasional masih terjadi aksi-aksi mencontek secara tersembunyi, bahkan ada pula yang terang-terangan. Padahal pelaksanaan tes-tes tersebut selalu diawasi sekurang-kurangnya satu orang pengawas yang notabene seorang guru bidang studi. Terlepas dari masalah pro dan kontra, tentang tradisi mencontek diatas, perlu direnungkan adanya bermacam-macam aksi mencontek yang sering kali dipraktikan oleh siswa. Sebagai gambaran aksi-aksi mencontek dikalangan mahasiswa.
Mahasiswa dan budaya mencontek adalah sebuah kebutuhan dan rasa kepepet. Jika dirasa kurang persiapan belajar serta kurang dalam mengumpulkan materi ujian, mahasiswa terpaksa nyontek sana-sini. Atau jika dirasa ketika ujian tiba-tiba bingung dan tidak konsen akibat ada suatu masalah, maka tidak jarang mahasiswa mencontek. Tidak bisa dibenarkan, mencontek memang bukan satu hal yang patut dicontoh, namun mahasiswa terkadang memiliki banyak alasan untuk sekedar membenarkan perlakuan mereka dalam hal mencontek karena alasan kurang dalam hal belajar, tidak mempunyai bahan ujian atau sederet alasan lain yang membuat mahasiswa terpaksa harus mencontek temannya agar mendapatkan hasil yang bagus. Hal yang paling baik dilakukan oleh mahasiswa adalah bersikap jujur pada diri sendiri, meskipun nantinya hasil ujian yang didapatnya kurang memuaskan, yang terpenting adalah hasil jerih payah mahasiswa sendiri tanpa mencontek. Meskipun hasilnya nilai yang mungkin tidak memuaskan, harusnya mahasiswa menjadi terpacu lebih keras untuk belajar. Daripada mendapatkan nilai bagus dari hasil mencontek, sementara kita tidak tahu sebatas mana kemampuan intelektual kita. Baiknya mengerjakan sendiri jika ada kesalahan serta memperbaiki kekurangan dalam belajar, bukan dengan mencontek. Sedikit mengingat kembali, berdasarkan fenomena pelaksanaan tes disekolah, baik ulangan harian, ulangan umum semesteran maupun ujian nasional masih terjadi aksi-aksi mencontek secara tersembunyi, bahkan ada pula yang terang-terangan. Padahal pelaksanaan tes-tes tersebut selalu diawasi sekurang-kurangnya satu orang pengawas yang notabene seorang guru bidang studi. Terlepas dari masalah pro dan kontra, tentang tradisi mencontek diatas, perlu direnungkan adanya bermacam-macam aksi mencontek yang sering kali dipraktikan oleh siswa. Sebagai gambaran aksi-aksi mencontek dikalangan mahasiswa.
Bentuk pembodohan
Perlu kita sadari, bahwa mencontek
adalah salah satu upaya pembodohan masyarakat yang sudah menjadi kebiasaan.
Aksi pembodohan seperti itu telah menjadi suatu hal yang sah-sah saja dilakukan
oleh setiap orang, tanpa orang itu menyadari sendiri bahwasanya itu adalah
perbuatan yang sebenarnya telah merugikan dirinya sendiri. Lebih jelasnya lagi,
bukan hanya pembodohan semata yang dibicarakan, namun ada satu hal lagi yang
lebih penting yaitu menyangkut perusakan karakter mahasiswa. Karakter sebagai
wujud nyata seseorang dalam menjalani kehidupan terutama mahasiswa. Tidak bisa
dipungkiri lagi, sebuah karakter yang tidak terbangun dengan baik merupakan
pangkal dari pembodohan. Contoh konkritnya adalah mahasiswa yang merasa bangga
mendapatkan nilai baik meskipun dari mencontek, terkadang mahasiswa tersebut
tidak tahu menahu pokok bahasan apa yang dibicarakan saat dosen menyuruh
mahasiswa itu untuk menjelaskannya. Selain itu, hal yang dipandang sepele bisa
membawa masalah besar ke depan. Kelak jika mahasiswa tersebut lulus dan
meneruskan jenjang pekerjaan, di mana misalkan suatu perusahaan mengharuskan
setiap karyawan untuk memperbaiki suatu sistem komputer yang rusak. Orang yang
terbiasa mencontek, akan merasa kesulitan atau bahkan tidak mengerti cara kerja
sistem yang dimaksud tadi. Bukan tanpa alasan mengapa hal tersebut dapat
terjadi, nilai boleh dikatakan tinggi sebagai syarat melamar suatu pekerjaan,
namun seberapa besar ilmu yang bisa didapatkan selama kuliah. Sudah menjadi
rahasia umum lagi mengapa bangsa ini tertinggal jauh dengan bangsa lain dari
segi pendidikan. Jika dalam kenyataannya karakter yang tecermin dari mahasiswa
tersebut sudah rusak dan tidak tersistematis dengan baik, bahkan dianggap tidak
mempunyai prinsip.
Mahasiswa sebagai agent-of-change
dalam masyarakat dan negara tentunya diharapkan menjadi individu yang
berprinsip dan memiliki pandangan hidup yang baik. Baik dalam lingkungan masyarakat
dan sebagai penggerak perbaikan negara. Mahasiswa yang nantinya mengubah dan
membaharukan, dididik dan dipolakan untuk dapat bertanggung jawab secara
akademis ilmu mereka, serta bertanggung jawab secara sosial untuk pola tindak
mereka. Tugas kita sebagai generasi muda adalah membebaskan bangsa ini dari
keterpurukan yang selama ini membelenggu, terlebih dari krisis intelektual yang
telah lama menjadi penyakit bagi bangsa ini. Jika generasi mudanya saja sudah
hancur dengan menghalalkan cara mencontek untuk keberhasilan studinya, bagaimana
dengan anak cucunya nanti? Bagaimana dengan keberhasilan bangsa ini? Dengan
mencontek, kita tidak dapat mengukur kemampuan kita, sejauh mana kita bisa
menyerap pelajaran. Jika semua generasi muda Indonesia menempuh kelulusannya
dengan cara mencontek, akan semakin sulit untuk bangsa ini menuju ke arah yang
lebih baik. Maksudnya, menjadi bangsa yang didambakan oleh jutaan masyarakat
Indonesia. Yang pada akhirnya, semua jawabannya kembali lagi kepada diri kita
masing-masing.
0 Response to " "
Post a Comment