Terbukti Ampuh! Menulis Cerpen dengan Hasil yang Luar Biasa
Kegiatan menulis bisa dikatakan pekerjaan yang susah-susah gampang. Mengapa? Meski terlihat sepele, nyatanya masih banyak orang yang kesulitan di tengah jalan. Alhasil, bukan hasil akhir manis didapat melainkan sudah terburu untuk menutup tulisan alias nyerah! Untuk itu diperlukan pengetahuan dan tentunya latihan lebih mendalam untuk menulis. Bicara menulis cerpen terutama, tidak semua orang mahir menulis cerpen. Yah, bukan tidak bisa sih, hanya saja hasil tulisan terkesan biasa-biasa. Tapi tenang saja, dalam artikel ini saya akan berbagi tips dan trik secara lengkap dan mantaps. Daripada nunggu kelamaan karena basa-basi saya, langsung saja teruskan membaca artikel ini sampai tuntas. Selamat membaca, selamat menyelami asyiknya dunia menulis.
1. Membuat Paragraf yang Menarik
Selain judul, paragraf pertama
adalah etalase sebuah cerpen. Menarik tidaknya barang-barang yang ditawarkan,
bisa dilihat dari kaca etalase depannya. Demikian halnya cerpen. Ketika
paragraf mulanya mulai dibaca, lantas tidak menarik, besar kemungkinan pembaca
tidak akan melanjutkannya hingga tamat. Bisa jadi hal ini disebabkan karena
paragraf awal terlalu biasa, tidak mengundang rasa penasaran, terkesan
menggurui, dan lain-lain.
Di beberapa referensi
disebutkan bahwa penulis mempunyai empat kalimat awal untuk dicicipi pembaca.
Bila empat kalimat awal ini gagal menghadirkan rasa yang menawan, jangan
terlampau berharap pembaca akan meneruskan membacanya.
Dalam hidup dan kehidupan ini, manusia senantiasa dihadapkan pada pilihan dan nasib. Nasib tak selalu cocok dengan pilihan. Terkadang terlalu jauh dari pilihan cita-cita hingga tragedi demi tragedi terjadi. Tragedi yang menyayat perasaan memeras air mata. Begitulah yang terjadi pada Rika, gadis yang malang.
Kesan menggurui amat terasa pada contoh di atas, Siapa yang tidak tahu bahwa
nasib itu tidak sama dengan cita-cita hidup?
Jakarta musim kemarau.
Seorang overste MPP berpakaian preman mandi keringat di atas bis kota
Merantama. Bus penuh sesak. Overste MPP yang bernama Marzuki itu terus didesak
oleh orang-orang di sekelilingnya. Ia mengharapkan udara segara, bukan bau
keringat.
(Budi, Chairul Harun
(Budi, Chairul Harun
Dari
kutipan di atas, begitu paragraf pertama diluncurkan, cerita mulai berjalan.
Dari lima kalimat pendek, pembaca sudah mendapatkan informasi padat tentang
suasana di atas bus kota, nama tokoh, status sosialnya, dan cuaca.
Sebuah cerpen dapat
diibaratkan sebagai bangunan. Paragraf pertama adalah beranda depan, yang bisa
jadi ada taman mungil, bunga-bunga penghias, meja dan kursi untuk bersantai di
pinggirnya, atau hal-hal lain yang menarik mata orang yang memandangnya.
Semakin menarik cerita, orang akan tergugah membacanya. Apa yang ada di benak
anda saat membaca paragraf awal berikut?
Gagak-gagak hitam
bertebahan dari angkasa, sebagai gumpalan-gumpalan batu yang dilemparkan,
kemudian mereka berpusar-pusar, tiap-tiap gerombolan membentuk lingkaran
sendiri-sendiri, besar dan kecil, tidak keruan sebagai benang kusut. Laksana
sean maut yang compang-camping mereka buas dan tidak mempunyai ukuran hingga
mereka loncat ke sana loncat kemari, terbang ke sana terbang kemari, dari
bangkau mayat yang satu ke gumpalan daging yang lain. Dan burung-burung ini
jelas kurang tekun dan membakar padang gundul yang luas itu, yang di atasnya
berkaparan tubuh-tubuh yang gugur, prajurit-prajurit yang baik, yang sudah
mengorbankan satu-satunya milik yang tidak bisa dibeli: nyawa! Ibarat sumber
yang mati mata airnya, hingga tamatlah segala kegiatan, perahu-perahu mandek dan
kandas pada dasar sungainya dan bayi menangis karena habisnya susu ibu.
(Godlob, Danarto)
(Godlob, Danarto)
2. Selalu Mempertimbangkan Pembaca
Penulis merupakan produsen
yang menghasilkan sebuah produk (dalam bentuk tulisan), yang nantinya akan
dikonsumsi oleh pembaca. Karenanya, adalah sebuah keniscayaan untuk senantiasa
menjaga mutu tulisan agar layak baca, menarik dan bermanfaat. Membuat cerita
menarik sebenarnya gampang-gampang susah, karena selera pembaca amat beragam.
Ada yang menyukai cerita jenis horor, komedi, drama, dll. Karena itu, mencoba
membuat cerita dengan bermacam-macam genre, akan membantu kita untuk mengasah
kreativitas. Pada gilirannya nanti, kita akan mengetahui dengan sendirinya,
genre mana yang kita sukai, dan disukai pembaca. Senantiasa melahirkan karya
adalah kunci utama untuk memetakan pembaca.
Selain hal tersebut, checklist
berikut akan membantu Anda dalam menghasilkan karya yang menarik :
a. Apakah gaya bahasa yang dipakai cukup mudah dipahami pembaca?
b. Apakah ending cerita mudah ditebak?
c. Apakah konflik yang dibangun terasa logis bagi pembaca?
d. Benarkah tema yang diangkat tidak klise?
3. Ciptakan Suasana yang Lebih Hidup
Latar dalam sebuah cerpen
tidak saja berfungsi sebagai pernik yang membuat cerita menarik. Lebih jauh, ia
menjadi salah satu penopang utama keberhasilan sebuah cerpen. Kelemahan penulis
pemula, mereka sering menuliskan latar yang sama sekali tidak mendukung isi
cerita. Selain itu, kadangkala latar yang digambarkan kurang konkret dan kurang
detail. Atau bisa jadi terlalu biasa atau klise penggambarannya.
Latar senja adalah salah satu
contohnya. Telah banyak penulis yang mendeskripsikan senja dengan semburat
merah/jingga, lembayung oranye atau ungu. Di dalamnya biasanya juga disinggung
mengenai pantai yang keemasan, pasir, cahaya temaram, dan gelap yang sebentar
lagi datang. Bisa jadi, memang demikianlah kenyataan sebenarnya yang dilihat
seorang penulis pada senjanya. Namun demikian, paparan tentang senja itu
menjadi klise ketika dihubungkannya dengan kerinduan, atau dengan malam yang
gelap. Parahnya di bagian-bagian selanjutnya, latar senja itu tak pernah
disinggung lagi.
Udara cerah. Angin di
pantai itu berembus sepoi-sepoi basah. Sebentar lagi matahari akan tenggelam ke
peraduannya. Tiba-tiba aku ingin menyentuh ujung jarinya. Ia terkesiap dan
menatap mataku dalam-dalam, seakan-akan berkata,’Tuluskah cintamu padaku?” Dan
saat itu, hatiku makin berdebar.
Apa
kesan anda ketika membaca cerita di atas? Kuno! Terlalu klise. Apakah sebuah
percintaan mesti terjadi di tepi pantai, di kolam renang sebuah hotel yang
mewah, atau di pesta ulang tahun teman yang kaya?
‘Semburat merah
jingga. Menyemburkan rekah kerinduan yang tak berhingga. Pada satu wajah, yang
sekelebat kulihat, dalam kemilau samudera, yang memercik riak-riak ombak. Terhempas
di bebatuan karang. Seperti itulah kenangan yang datang. Dan hilang.’
Akrobat kata-kata di atas
sesungguhnya cukup bagus. Tetapi akan menjadi mubazir bila dalam paragraf
selanjutnya tak diimbangi dengan kepaduan cerita. Kelemahan ini sering dijumpai
pada karya-karya modern. Ketika kita memutuskan untuk menyinggung senja sebagai
latar, kompensasinya di bagian tengah atau akhir, senja itu harus diuraikan
kembali.
Mari kita simak penuturan Seno Gumira Ajidarma tentang ‘Sepotong Senja Untuk
Pacarku.’
Alina tercinta.
Bersama surat ini
kukirimkan padamu sepotong senja-dengan angin, debur ombak, matahari terbenam,
dan cahaya keemasan. Apakah kamu menerimanya dalam keadaan lengkap? Seperti
setiap senja di setiap pantai, tentu ada juga burung-burung, pasir yang basah,
siluet batu karang, atau barangkali juga perahu lewat di jauhan. Maaf, aku
tidak sempat menelitinya satu per satu. Mestinya ada juga lokan, batu
berwarna-warni, dan bias cahaya cemerlang yang berkeretap pada buih yang
bagaikan impian...
“Kukirimkan sepotong senja ini untukmu Alina,
dalam amplop yang tertutup rapat, dari jauh, karena aku ingin memberikan
sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata. Sudah terlalu banyak kata di dunia
ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa.
Putu Wijaya memberikan
‘contoh’ yang baik bagaimana sebuah tema klise bisa menjadi menarik apabila
dipotret dari sudut yang tidak biasa. Dalam cerpen ‘Roh’, putu Wijaya
menandaskan bahwa ulang tahun bukanlah dominasi orang kaya. Siapa saja, bisa
merayakannya, dengan caranya masing-masing.
Dikisahkan bahwa seorang pembantu bernama Roh trenyuh setiap kali melihat ada temannya yang berulang tahun.
Setiap kali ada yang
berulang tahun, Roh selalu ingin meneteskan air mata. Diam-diam ia memalingkan
mukanya di depan penggorengan dan menghapusnya dengan ujung kebaya. Kalau
nyonya rumah memergokinya, ia selalu mengatakan matanya berair karena asap.
Tetapi sekali ini, ketika cintanya baru saja ditepiskan oleh anak muda sopir
baru tuannya, ia tak bisa bertahan lagi. Sambil memegang sendok penggoreng, ia
memandang muka majikannya sambil sesegukan.”
Suasana akrab pembantu-majikan terlihat dalam dialognya yang mengalir lancar
dan alami.
“Begini Nyonya. Ini
maaf, tapi ini kan kenyataan. Nyonya sendiri selalu menasehati saya supaya
menerima kenyataan. Begitu kata Nyonya, bukan? Barangkali nyonya sudah lupa.”
“Tidak, aku ingat. Memang harus begitu. Tapi
tadi kau bilang berulang tahun, maksudmu bagaimana?” “Ya kan Nyonya. Coba saja
putra-putra Nyonya, Nyonya sendiri, Tuan, tetangga-tetangga, si Dul supir tuan
yang baru itu, sampai-sampai si Iyem, Mariah, Tuminah dan Katijah itu lho
pembantu baru Tuan Muin. Semuanya, semuanya saban-saban berulang tahun Nyonya.
Saya sendiri, saya sendiri…?”
4. Membuat Kalimat yang Efektif
Kalimat Efektif merupakan
kalimat yang berdaya guna yang langsung memberikan kesan pada pembaca.
Bagaimanapun bagusnya isi sebuah cerpen, tidak akan menarik bila tidak
diantarkan oleh kalimat-kalimat yang bagus. Bagaimana mungkin pembaca akan
tertarik dengan cerpen yang bahasanya susah ditangkap? Kalimat-kalimat panjang,
seperti kalimat majemuk, cenderung membebani pembaca. Karena itu, sedapat
mungkin dikurangi penggunaannya. Fungsi kalimat tidak hanya memberitahukan
sesuatu atau menanyakan sesuatu, tetapi lebih jauh, ia harus mampu mengantarkan
pemahaman yang mencakup segala aspek ekspresi kejiwaan manusia.
Untuk merebut hati pembaca,
penulis harus mampu membuat kalimat yang mampu mempengaruhi pembaca. Rangkaian
peristiwa disusun sedemikian rupa, sehingga pembaca tertarik untuk membaca
kelanjutannya. Kalimat demi kalimat, baik dalam bentuk dialog maupun narasi,
disusun seefektif mungkin. Secara umum, langgam lisan lebih mengesankan
dibandingkan langgam tulisan. Karena pada hakekatnya, bercerita sama dengan berbicara
kepada orang lain.
Perhatikan contoh berikut ini :
A1: “Aku kurang setuju dengan sikapmu terhadap diriku.”
B1: “Aku tidak bermaksud tak baik terhadapmu.”
Bandingkan lebih efektif mana, dengan contoh berikut:
A2: “Aku keberatan atas sikapmu.”
B2: ”Bukan maksudku begitu.”
Kalimat efektif juga dapat
ditunjukkan oleh kalimat aktif, yang lebih mempunyai dampak psikis dibandingkan
kalimat pasif. Misalkan :
A3: “Beberapa orang tidak suka tindak tanduknya.” (Aktif)
B3: “Tindak tanduknya tidak disukai beberapa orang.” (Pasif)
A4: “Badu membuka sepatunya dengan tergesa-gesa.”(Aktif)
B4: “Dengan tergesa-gesa dibukanya sepatunya oleh Badu.(Pasif)”
5. Tambahkan Bumbu dalam Cerita
Enak dan gurihnya sebuah
produk makanan ditentukan oleh komposisi bumbu-bumbunya yang sesuai dengan
takarannya. Fungsi bumbu, berguna sebagai penyedap rasa dan memberi aroma.
Dalam cerita, unsur seks dan humor adalah bumbu cerita, yang tidak berperan
sebagai pokok gagasan. Sebab jika berlebihan dan dieksploitasi, cerita akan
menjurus menjadi cerita seks (porno) atau cermor (Cerita humor).
Dalam sebuah cerpen yang
beralur tunggal, seks atau humor berperan dalam menghidupkan suasana, atau bisa
jadi merupakan sebuah bagian dari alur itu sendiri.
Waktu dilihatnya Yati
tidak melawan dan hanya memejamkan matanya, Yusuf menjadi lebih berani lagi.
Diciumnya berkali-kali mulut dan pipi gadis itu. Naluri atau nafsu laki-laki
yang sudah menduda tiga tahun itu, agaknya sudah tidak dapat ditahan-tahan
lagi. Dan sejak saat itu mereka sering bertemu, berkencan, melihat film, makan
di restauran, bahkan sekali dua kali menginap di hotel.
“Yat, kau suka anak kecil enggak?”
“Tergantung anaknya bagaimana dan anak siapa?” .
(Ziarah lebaran, Umar Kayam)
“Jadi Roh jelas
bintangmu adalah Scorpio. Bintang ini jatuhnya bulan Oktober, jadi kamu bisa
merayakan ulang tahunmu bulan Oktober nanti. Pilih saja malam minggu bulan tua.
Ya?!”
Roh bukannya gembira malah terkejut.
“Scorpio Nyonya?”
”Ya.”
“Saya tidak mau. Masak binatang saya Scorpio
sama dengan Katijah. Saya tidak mau disama-samain dengan dia. Kalau Scorpio
saya kira bukan. Bukan, ah!”
Nyonya menahan tawa.
“Habis kalau nggak Scorpio apa?”
“Ya apa kek, yang mendingan sedikit. Gemini.
Atau Taurus atau bintang Virgo seperti yang dinyanyikan Ade Manuhutu
itu.”
(Roh, Putu Wijaya)
6. Ciptakan Tokoh dengan Karakter yang Kuat
Sebagaimana drama yang ada di
atas panggung, cerpen haruslah hidup. Penulis dituntut untuk bisa menghidupkan
suasana, melalui tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Ada 5 cara yang bisa
digunakan oleh penulis untuk menggambarkan karakter tokoh-tokoh mereka.
Pertama, melalui perbuatan.
Tindakan tokoh, terutama pada saat kritis mencerminkan watak mereka yang
sesungguhnya. Pada situasi yang gawat, seseorang akan bertindak sesuai dengan
watak aslinya.
Kedua, melalui ucapan. Dari
ucapan tokoh dapat dikenali siapa dia sesungguhnya. Apakah ia seorang pemuda,
orang berpendidikan tinggi atau rendah, pria atau wanita, berbudi halus atau
kasar, kira-kira berasal dari suku mana, dll.
Ketiga, melalui penggambaran
fisik tokoh. Seorang penulis haruslah mampu mengenalkan tokohnya, misalkan
melalui penggambaran bentuk tubuh, raut wajah, tinggi badan, bentuk pakaian,
dll.
Keempat, melalui pikiran
tokoh. Dengan melukiskan pikiran tokoh, pembaca dapat mengetahui alasan sebuah
tindakan yang dilakukan oleh tokoh, sehingga ada benang merah antara yang
dipikirkan tokoh dan yang dilakukannya.
Kelima, melalui penerangan
secara langsung. Penulis melukiskan dan memaparkan watak tokoh secara langsung.
Contohnya roman Siti Nurbaya, watak tokoh-tokohnya terlihat melalui gambaran
langsung pengarangnya. Teknik ini kini mulai ditinggalkan oleh para penulis,
karena terasa kuno.
Dalam novel penulis bisa
berpanjang lebar menjelaskan karakter tokohnya. Namun tidak demikian halnya
dengan cerpen. Sedapat mungkin watak tokoh, baik yang terlihat dari tindak
tanduk fisik maupun dalam narasi keadaan psikis, dapat terselip diantara semua
paragraf.
Contohnya berikut ini :
Lelaki berkacamata itu
membuka kancing baju kemejanya bagian atas. Ia kelihatan gelisah, berkeringat,
meski ia sedang berada dalam ruangan yang berpendingin. Akan tetapi ketika
seorang perempuan cantik muncul dari balik koridor menuju lobi tempat lelaki
berkaca mata itu menunggu, wajahnya berubah menjadi berseri-seri. Seakan lelaki
itu begitu pandai menyimpan kegelisahannya.
“Sudah lama?”tanya perempuan itu sambil melempar
senyum.
“Baru setengah jam,”jawabnya setengah bergurau.
7. Fokus pada Alur Cerita yang Ingin dibuat
Alur
dalam cerpen, hanyalah tunggal. Karena itu percabangan alur mutlak harus
dihindarkan, agar fokus cerita tetap terjaga. Penulis pemula, sering tidak
konsisten terhadap alur yang mereka buat. Tak jarang yang mereka tulis adalah
kejadian-kejadian, bukannya alur cerita.
8. Buatlah Penutup yang Manis dan Berkesan
Cerpen harus diakhiri ketika
persolan yang diutarakan penulis sudah dianggap selesai. Harus kembali diingat
bahwa cerpen hanyalah memotret satu persoalan, pada satu kehidupan yang
singkat(dalam hitungan detik, menit, jam, hari atau bulan). Karenanya, akan
tampak lucu seandainya pada endingnya dibubuhkan keterangan,’Begitulah
kisahnya, hingga mereka berdua hidup bahagia sampai akhir menutup mata.’
Ending sebuah cerpen, sedapat
mungkin merupakan sentakan yang mampu membuat pembaca terkesan. Kesan yang
ditimbulkan, bisa beraneka ragam : tersenyum, terharu, sedih, merenung atau
malah membuat penasaran.
Dalam Godlob, Danarto
memaparkan cerita mengenai seorang anak yang dibunuh oleh sang ayah, agar anak
tersebut dianggap pahlawan oleh masyarakat, pejabat dan sang politikus. Setelah
sang ayah menceritakan yang sebenarnya pada istrinya, serta merta perempuan itu
menggali kembali makam anaknya dan mengatakan pada sang pejabat dan politikus
bahwa anaknya bukanlah pahlawan. Dia mati ditangan ayahnya sendiri. Dengan
sekali tembakan, perempuan itu mengakhiri hidup suaminya.
Perempuan itu berdiri.
Dengan wajah termangu ia memandang ke atas.
“Oh, nasibku, nasibku. Sedang kepada setanpun tak
kuharapkan nasib yang demikian.”
(Godlob, Danarto)
Sebuah keluhan tentang nasib
mengakhiri cerpen Godlob. Secara tersirat sang penulis hendak menempatkan
masalah nasib sebagai sesuatu yang lahir akibat perbuatan manusia sendiri.
Keharuan dan rasa sedih menyeruak setelah membaca teks terakhirnya.
Dalam Roh, putu wijaya
mengeksekusi ending ceritanya dengan sebuah humor yang menggelitik.
“Anu, Nyonya, saya
pingin bikin pesta ulang tahun lagi.”
“Nyonya terkejut, menatap pembantunya itu dengan
bengong.
“Lho, khan sudah?” (enam bulan yang lalu)
“Iya, tapi nggak apa deh, lagi...”
Terkadang ending sebuah
cerpen, terutama cerpen mutakhir, dibiarkan terbuka. Pembaca dipersilakan untuk
menafsirkan sendiri akhir ceritanya. Cerpen ‘Sukab dan Sepatu’ karya Seno
Gumira Ajidarma adalah salah satu contohnya.
9. Menyunting Tulisan yang Sudah dibuat
Setelah proses penulisan
selesai, hal terpenting yang tidak boleh dilewatkan adalah proses penyuntingan.
Kesalahan ejaan, pemakaian kata yang monoton adalah hal utama yang perlu diperbaiki.
Satu atau dua hari setelah
penulisan, silakan baca lagi cerita yang telah dibuat. Dan rasakan bedanya!
Kita mungkin melewatkan beberapa hal, atau terkadang menghamburkan
kalimat-kalimat yang tidak penting. Kalimat-kalimat yang terlalu panjang juga
perlu mendapat perhatian. Bila perlu, pecah kalimat majemuk yang panjang
menjadi dua kalimat atau lebih. Lebih jauh, korelasikan cerita yang telah
dibuat dengan tema. Kalimat yang hanya melemahkan alur atau membuat percabangan
alur harus dipangkas habis.
10. Ciptakan Judul yang Memikat Hati Pembaca
Memberi judul pada sebuah
cerpen adalah pekerjaan gampang-gampang susah, karena judul merupakan daya
tarik bagi pembaca. Terkadang dari melihat judul, pembaca langsung
menjustifikasi sebuah karya.
Beberapa judul berikut mungkin terdengar sudah klise :
Kemelut cinta, Akhir sebuah Harapan, Dimatamu
kulihat cinta, Dimatamu ada bintang, dll.
Karena judul merupakan
cerminan dari isi, ada baiknya judul di tulis belakangan. Walaupun demikian,
tidak ada salahnya juga membuat judul di awal, sebagai rel yang akan menuntun
kita untuk tetap fokus pada tema. Biarpun demikian, terkadang dalam proses
penulisan terjadi penyimpangan ide, atau terjadi perkembangan baru dari ide
awal. Untuk ini, diperlukan fleksibilitas.
Tidak ditemukan sebuah acuan,
apakah judul harus dituliskan dengan satu kata, dua kata atau lebih.
Masing-masing penulis memiliki selera tersendiri tentang judul yang mereka
buat. Judul cerpen Putu Wijaya selalu pendek, hanya terdiri dari satu kata.
Misalnya : Bom, Es, Gres, Protes, Blok, Klop, Bor, Darah, Yel, ZigZag, Tidak,
atau Roh. Ada juga penulis yang senang pada dua kata, misalnya Pelajaran Mengarang,
Paduan Suara, Kopi pahit, Dunia Sukab, dll.
Beberapa pengarang mempunyai
kebiasaan untuk membuat judul cerpen denganbernuansa puitis, seperti Berburu di
Belantara Jakarta, Angin dari Gunung, Dimanakah Sri, sepotong Senja untuk
pacarku, dll.
0 Response to "Terbukti Ampuh! Menulis Cerpen dengan Hasil yang Luar Biasa"
Post a Comment