Afirmasi Jiwa
Selayak
pandang pada langit begitu luasnya. Megah sebab malam itu aku sedang beruntung.
Kau pasti sudah bisa menebaknya. Apa sebab aku bisa berkata demikian. Tentu
karena kau perempuan, maka apa yang aku nikmati ini adalah sebagian kesukaan
yang ada pada dirimu. Dan kau juga tahu sebagian kecil yang menjadi rutinitasku
hingga aku menyebut hobi baruku ini bak ritual dukun-dukun tersohor. Apa itu?
Bintang. Di atas sana, di langit yang cerah tanpa ada tanda-tanda turun hujan,
terlebih mendung ataupun awan hitam yang bergerumbul itu pun tak kasat mata aku
lihat. Aku memang sedang beruntung. Betapa tidak, duduk di depan teras
kontrakan bersama secangkir kopi dan sebatang rokok yang kusulut, aku dapat
dengan mudah menemukan sebuah ketenangan sementara. Bukan tidak mungkin jika
aku mengalami keberuntungan secara kontinu, maka di setiap hari-hariku ini tak kan
ada kata stress. Benarkah demikian?
Atau ini sekadar opini. Parahnya, berupa kesubjektifan belaka? Entah apa kau
atau sekumpulan orang yang sedang dekat denganmu berpikir tentangku, tidaklah
berguna bagiku jika aku harus meladeni ucapan dan pikiran-pikiran mereka
tentang kewarasanku. Aku begitu tenang malam ini.
Tidak
seperti sebelumnya, rasanya apapun itu yang datang menghampiriku, itu tetaplah
damai. Apapun itu yang menggangguku, itu tetaplah stabil. Apapun itu yang
menimpaku, itu tetaplah bahagia. Aku patut bersyukur atas semua yang
menyerangku akhir-akhir ini. Perkara siapa pelaku di balik kejadian itu, pun
aku tak mempermasalahkannya. Bahkan, aku menghiraukannya begitu saja. Tegakah?
Tidak. Bagiku demikian, selebihnya hanya itu yang membuat isi dari raga yang
tersebut sebagai jiwa ini tetaplah merasa nyaman sepanjang waktu berjalan. Dan
tak terpengaruh dengan apapun. Orang-orang yang dekat denganku, menyertaiku,
dan membersamai selalu adalah sisi balik ketika aku dirundung pilu. Namun,
bukan aku yang menggerakkan begitu saja, ada energi tak terlihat di balik itu
semua. Aku merasa menjadi orang yang paling dicintai di dunia ini. Aku selalu
mengikat mereka agar tak jauh dari sisiku berada, di manapun itu dan kapan itu.
Salah satu alasan yang membuatku setenang mungkin hingga sekarang ini: aku
menikmati keterikatan ini selama aku belum bosan.
Jiwaku
akan selalu bebas. Sebebas-bebasnya bebas. Ia bisa pergi kemanapun ia suka,
bahkan hingga ke dunia tanpa batas sekalipun. Apakah itu logis? Diterima
akalkah? Bagaimana denganmu? Apa kau merasakan sesuatu yang menggebu-gebu di
hati kecilmu. Atau kebalikannya? Maka, aku senantiasa berucap seribu satu doa
pada-Nya. Bebaskanlah jiwaku. Aku selalu mencoba untuk mencari tanda-tanda
kehidupan yang sejati, namun aku teramat takut. Takut sebab itu beresiko pada
kekecewaan besar ketika aku berhasil menemukannya. Aku tahu itu dapat melatih
banyak hal. Melatih kepekaan hati. Terutama yang berada di lingkaran hidupku,
tentu bukanlah perkara mudah kulakukan. Aku memang harus segera membebaskan
jiwaku.
Aku
hanyalah lelaki muda yang menyukai hijau, gemar merokok, dan menikmati senja.
Apakah itu aneh? Kau pun tahu, setiap jiwa terlahir berbeda, pun setiap raga
terupa berbeda pula. Jiwaku belum seutuhnya terisi dan aku butuh asupan jiwa
yang lain. Aku butuh nutrisi jiwa sebanyak mungkin, namun jangan terlalu
banyak-banyak. Cukup berimbang satu sama lain supaya aku tak goyah diterpa angin
malas. Lalu, point of view-nya di
mana? Mungkin lebih baik aku mensyukuri dengan apa yang sudah aku terima
sekarang. Karena aku percaya, apa yang aku butuhkan untuk jiwaku ini, kelak
akan tertemukan bersama waktu yang mengiringiku.
0 Response to "Afirmasi Jiwa"
Post a Comment