Cerpen Daun Hijau dan Tetesan Air Hujan Karya Faisal Nur Syamsu

            Adakah daun yang lebih hijau dari yang kutemui ini? Adakah pula daun yang secantik dan semenggodanya lebih dari ini? Kalau ada, bawakan ke hadapanku. Maka kucumbu dan kukecup perlahan penuh mesra. Melebihi rasa cintanya Rama dan Sinta. Tentu, jika itu ada. Tidak perlu itu semua karena ini yang paling memukau di antara lainnya. Hujan sore ini pun perlahan mereda. Matahari di ufuk timur mulai menyingsing. Memperlihatkan semburat cahaya kemerahan yang beberapa menit kemudian akan menghilang dari bola mataku yang hitam ini. Air bekas hujan itu masih menetes. Sangat jelas terlihat olehku saat tetesan itu menghujam daun muda. Tapi, si daun diam seribu bahasa. Daun itu tak tahu kalau ada seorang yang bertamu. Menjenguknya dengan perhatian. Lalu tetesan itu lantas pergi menuruni daun muda itu. Tampak si daun tak menghiraukannya. Seharusnya daun tahu, ada pesan yang ingin disampaikan oleh tetesan hujan barusan. Ada makna tersirat di balik itu semua. Namun, sudahlah, sudah terlanjur.
            Bayanganku tak bergeming sama sekali. Masih tenang memperhatikan sekitar. Mataku lurus, fokus dengan apa yang aku lihat. Aku pun tak bergeser dari tempatku duduk barang sedetik. Bagaimana mungkin aku menyia-nyiakan kesempatan ini? Daun hijau itu akhirnya benar-benar menarik hatiku. Untuk memperhatikannya dengan kesanggupan. Bukan keterpaksaan. Ujung-ujungnya yang aku alami ini sama seperti daun dan tetesan hujan itu. Mungkin juga daun tak tahu perihal apa yang ingin tetesan itu sampaikan. Sebab tak ada petunjuk yang dapat ditelusuri. Atau mungkin dia sedang menunggu waktu yang tepat? Khawatir jika ada yang mendahului dari tetesan hujan. Siapa? Angin. Iya, dia lebih cepat dari tetesan hujan. Kehadiran angin di mana-mana. Tidak seperti tetesan, dia harus menunggu hujan turun. Barulah dia bisa menemui daun hijau itu. Dan adakah yang lain? Aku pikir tidak.
        Sama. Ada yang lebih dulu mendahului daripada aku. Seorang yang lekat akan gadis pegunungan itu. Katanya, hubungannya dengan si dia semakin intens. Bahkan jarak pun bukanlah persoalan yang harus dibesar-besarkan. Mereka saling menerima satu sama lain. Pikirku, mereka sudah berakhir beberapa bulan yang lalu. Hebatnya, meski tak konsisten, mereka selalu mencoba untuk membangun pondasi dari awal. Mencoba memulainya dengan suasana dan lembaran yang baru. Apakah aku iri? Tidak! Untuk apa aku bersikap seperti itu. Merengek meratapi, seharusnya aku ikut bahagia melihat dia bersamanya. Kepalaku menggeleng. Mengusir pikiran kotor di otakku. Memang betul, daun hijau itu tak sama dengan daun yang kutemui setiap hari. Daun ini lebih menarik. Akan sangat sulit mencari perbandingannya. Apalagi saat aku memetik daun itu dan menjentikkan dengan lembut lewat jemariku. Daun itu teramat beda.

                                                                                 ***

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerpen Daun Hijau dan Tetesan Air Hujan Karya Faisal Nur Syamsu"