Memotivasi Diri - I am Promise With My Self!


     Akhirnya aku juga yang kesulitan. Mengurung diri, berdiam tanpa alasan di pojok kamar. Aku sedang tak ingin diganggu. Selalu saja hadirnya bersinggah dalam pikiranku. Bayangnya tak mampu aku singkirkan. Ingin aku menyerah. Hanya membuatku lara. Sejauh aku berjalan, peluh keringat bercucuran tak jadi masalah. Sekali lagi, dia masih betah berada dalam lamunanku. Jika disuruh memilih. Antara lari maraton dan memendam perasaan. Pilihan pertama akan aku tuju. Lelahnya tak akan seberapa. Bayanganku, perasaan jauh lebih hebat dan membuat tubuh beserta jiwaku mati kaku. Aku seorang yang idealis. Apa yang aku lihat kuperjuangkan seutuhnya. Seyogianya, aku pun mengerti. Aku harus sabar menanti. Segala hal yang terjadi selama ini, itulah harga yang nantinya bisa dia dan aku nikmati. Kelak aku ingin berhasil merengkuh hatinya. Jika dia mempersilakan, sebelumnya akan aku ketuk pintu hatinya. Aku menunggu dia di luar. Tapi katanya: jangan berdiri di depan pintu hatiku, kamu hanya mengganggu lalu lintas jalanku.
            Aku belajar menyabarkan hati. Apa pun itu proses dan hasilnya, tak akan menjadi penyesalan yang dulu-dulu. Bahwa perasaan ini tidaklah kesalahan yang harus aku tanggung. Ini bukanlah sia-sia. Segala bentuk suka, rindu, nantinya akan menemukan kebahagiaan pada waktu yang tepat. Dia adalah alasan. Memaksa untuk membuka pintu hatiku. Aku tahu ini berat, tapi bukan menjadi beban. Aku tahu rindu itu terkadang pilu. Aku ingin merasakan sensasi itu lagi, bersama dia yang kupeluk erat-erat dalam setiap mimpiku. Bila saat itu tiba, aku ingin waktu melambat untuk aku dan dia. Benar-benar indah aku mengekspresikan skenarioku. Aku dapat berlama-lama menatap matanya. Nyatanya memang itu masih dalam angan. Tak masalah, dan apa salahnya aku untuk berandai-andai.
            Seperti halnya aku menyukai sepakbola, yang tak perlu lagi aku jelaskan padanya. Sungguh, aku menyukai dia. Mata, senyum, dan semua kelebihan yang Tuhan titipkan pada dia. Tak ingin aku menenggelamkan diri berlama-lama, tak sabar aku melihat lagi pancaran senyum manisnya. Asal dia tahu. Jika beberapa matakuliah yang aku ambil itu, aku samakan kelasnya. Niatku hanya satu: aku ingin lebih dekat denganmu semata. Aku memang tidak banyak bicara. Namun, apa yang aku bicarakan padanya dalam kehati-hatian yang luar biasa. Aku tak ingin sekadar basa-basi belaka. Saat aku berbincang padanya, selalu saja aku bertingkah manis. Seakan apa yang aku lakukan ini mendapat perhatian darinya. Bahwa itulah kodeku. Dia tak akan tahu, tapi dari pesan singkat yang aku kirim ke dia, semoga saja dia menangkap maksudku. Kadang pesanku tak jelas: kamu capek? sini aku pijitin, asal... ? Dan dia penasaran, “Asal apa?” Aku jawab pertanyaannya, namun hanya sekadar obrolan seperti ABG pada umumnya. Aku tak menerangkan lebih dalam lagi. Dari yang aku lihat, keadaan ini terasa aneh.
            Aku berjanji pada diriku ini akan tetap berada di sampingnya. Menjadi teman ceritanya adalah pilihan yang realistis dan masuk akal. Sepeninggal kelam yang dulu, setidaknya dia mampu menutup kesedihan menuju kegembiraan yang menyenangkan. Tentu dalam porsi yang tidak berlebihan. Saat begitu, dia semakin terlihat mempesona. Begitulah aku sekarang. Dengan rasa suka dan bergelut dengan rindu, sampaikan salamku pada dia. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Memotivasi Diri - I am Promise With My Self!"