Cara Menyikapi Kuliah dengan Bijak - Sebuah Pandangan Baru
Senin, 9 Mei
2016
Berada pada tahapan dewasa awal memanglah riskan. Masih labil, ego juga belum tertata secara rapi. Kita masih seenaknya dalam menyikapi segala sesuatunya. Kurang mampu mengelola kehidupan beserta seluk-beluk yang melingkarinya. Termasuk saya sendiri. Terlebih sekarang saya berstatus sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Jika saya pikir, saya mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang kurang beruntung. Tersesat ke swasta dan memaksa untuk segera menambatkan kasih pada kampusnya. Padahal saya merasa saya mampu di negeri. Dan mengapa bukan saya? Jika saya sombong. Itu.
Berada pada tahapan dewasa awal memanglah riskan. Masih labil, ego juga belum tertata secara rapi. Kita masih seenaknya dalam menyikapi segala sesuatunya. Kurang mampu mengelola kehidupan beserta seluk-beluk yang melingkarinya. Termasuk saya sendiri. Terlebih sekarang saya berstatus sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Jika saya pikir, saya mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang kurang beruntung. Tersesat ke swasta dan memaksa untuk segera menambatkan kasih pada kampusnya. Padahal saya merasa saya mampu di negeri. Dan mengapa bukan saya? Jika saya sombong. Itu.
Kuliah. Untuk apa kuliah? Mencari
pekerjaan? Status sosial? Pangkatkah? Atau ada tujuan terselubung selain yang
telah saya tulis sebelumnya. Banyak sekali beragam alasan dan alibi untuk
menyembunyikan kegelisahan dan keterpaksaan yang membelenggu saya selamai ini.
Yang itulah, inilah, dan tetek bengeknya. Sungguhlah ini konyol dalam benak
saya. Terlepas dari itu, sekarang saya mulai menemukan arti di balik rencana
Tuhan. Rencana paling sempurna bagi hamba-hambanya. Saya setuju akan itu.
Tentang kuliah, berbicara awal memasuki dunia perkuliahan mungkin akan menarik
untuk saya ungkap. Pertama kali menjejakkan kaki di ruangan sesuai jadwal
kuliah meski saya sedikit malu untuk bercerita. Saya tersesat di kelas sebelah
sebab saya belum paham betul dengan kampus saya bernaung.
Kuliah. Ada dosen, mahasiswa,
karyawan, dan pejabat-pejabat yang mengatur sistem kampus. Dosen selaku guru
bagi saya, bertugas menyampaikan materi berdasarkan kurikulum yang ditentukan
pihak kampus. Sementara itu, mahasiswa selaku peserta didik yang masih disuapi
akan pengetahuan, masih dibimbing, diarahkan, dan dievaluasi prosesnya selama
mengikuti perkuliahan. Selain mendapat materi dan pengetahuan dari sang dosen,
tak luput kita juga mendapatkan berbagai tugas. Adakalanya dosen yang terbilang
friendly terhadap mahasiswanya, sebut
saja dosen A. Dosen ini menjadi idola mahasiswanya. Betapa tidak, dari mulai
cara mengajarnya tergolong super duper santai, masalah pemberian tugas teramat
ringan, dan kemudahan yang diberikan olehnya saat UTS maupun UAS berlangsung.
Dosen ini, salah satu dosen yang sangat saya sukai. Masuk daftar pertama
menjelang waktu KRS. Pasti. Itu dosen tipe A, berbeda halnya dengan dosen tipe
B atau yang populer di kalangan teman-teman mahasiswa sebagai dosen killer. Karena kekillerannya tersebut,
ia mampu membunuh nasib dan perjuangan mahasiswa dalam hitungan detik.
Kebanyakan dalam bentuk huruf D. Mengerikan bukan? Lantas, apakah saya takut? Apakah
dengan hal sepele itu menciutkan nyali saya untuk meneruskan kuliah saya?
Tidak!
Yang menjadi pertanyaan banyak
teman-teman saya: bagaimana menyikapinya? Menurut saya, Anda pelajari
seluk-beluk kampusnya dulu. Mulai dari sistem yang mengatur dan budaya yang
terdapat dalam kampus Anda. Kedua, jika Anda sudah mengenal betul, minimal
mengetahui, buatlah strategy and planning. Semata-mata agar Anda mudah untuk
menjalani kerasnya dunia perkuliahan. Ketiga dan terakhir dari saya, segera
lakukan tindakan evaluasi dari proses yang telah Anda lakukan selama ini.
Jangan katakan hasil lebih penting dari proses melainkan katakan jika proses
yang saya lakukan itu kurang tepat atau tidak sesuai rencana yang telah Anda
atur. Mudah bukan?
0 Response to "Cara Menyikapi Kuliah dengan Bijak - Sebuah Pandangan Baru"
Post a Comment