Melawan Perasaan Hingga Kamu Kembali Normal
Ketika
saya mencoba sesuatu yang beda dari biasanya, saat itulah pikiran kalut mulai
datang perlahan. Ia membisikkan sesuatu ke dalam otak dan hati saya. Dan
seketika saya mencoba untuk berontak. Tampaknya saya kurang setuju dengan ia.
Ia begitu egois dalam mengatur hidup saya. Ia begitu erat dengan pribadi diri
saya. Terlebih menyangkut cinta dan kasih sayang. Bisa dikatakan, ia juga
berharga bagi saya. Ia yang kumaksud adalah perasaan. Bagi saya, ia adalah teman
terhebat dalam hidup saya. Setiap saya melihat sesuatu, ia senantiasa membuat
saya bertindak. Bahkan hingga pikiran saya melambung langit tak karuan.
Terlebih ketika saya ingat masa lalu, betapa hebatnya perasaan itu. Ia digdaya
di atas kelemahan hati saya. Sebenarnya saya sudah melupakan peristiwa kelam
itu. Anehnya, mengapa perasaan itu semakin memojokkanku? Ia paksa saya untuk
berbuat hal yang tak ingin saya lakukan. Saya takut jika nantinya perasaan itu
menggerogroti hati saya. Sampai dikatakan jika saya terkena penyakit hati macam
itu.
Mungkin
akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk sembuh. Menyembuhkan luka lama
terutama. Luka akan seseorang yang pernah kita sayangi akan jauh lebih hebat
bila dibandingkan luka fisik. Selagi waktu masih berputar, selagi masih ada
kesempatan. Ingin hati melawan perasaan itu. Apabila menilik dari sebelumnya,
apakah ia begitu penting bagi saya? Sampai saya harus menaruh dan menata
kembali tempat seperti sedia kala, hingga perasaan itu kembali pada nyamannya. Bersama
seseorang yang saya sayangi, tentu akan gila. Apa saya penting baginya? Oh
Tuhan.., tolong simpan perasaanku sebentar saja. Saya tak ingin menyapanya, tak
ingin mendekatinya. Sampai luka hati ini sembuh sendirinya. Walaupun memakan
waktu yang lama, tolonglah jangan munculkan perasaan itu pada saya. Sudah cukup
saya kecewa karenanya, meski kata hati menolaknya. Sering saya berjumpa dengan
dua sejoli yang memadu kasih. Entah ke depannya mereka bertahan atau tidaknya.
Membuat iri saja. Suatu waktu juga ada yang harus terpisah di tengah jalan.
Meski terkadang saya tak rela, Anda juga, bagi siapapun yang mengalaminya tentu
tak menginginkannya. Saya pernah mengalaminya, saya diputuskan sepihak oleh si
dia.
“Kecantikan sempurna yang tak pernah terlukiskan..,
dan kau
isyaratkan kau telah bersamanya.”
Dan
berbagai macam aneka keputusasaan dalam sebuah hubungan asmara, membuat pahit
saja. Ketika dia yang selalu hadir di hadapan kita pergi, apa daya kita hanya
termenung terdiam. Seakan pilihan kita terbatas dan keinginan yang tak menentu.
Bahkan asa menghancurkan semangat saya. Dan sampai saya beranjak dari masa
kelam itu. Saya hanya ingin berjuang untuk hidup saya, bukan untuk meratapi
dirinya. Saya mencoba memandangi apa sebab sebuah ketiadaan dan pada akhirnya
saya tak akan pernah menggapai apa yang ada dalam angan saya. Jika saya harus
berkata: saya berharap dia mengerti dengan semua kekurangan saya selama ini.
Yang tak pernah untuk memahami kesalahan yang telah terjadi. Untuk itulah
mengapa saya harus menyadari karena saya terpaksa oleh dia. Mungkin Anda pernah
ditinggal oleh kekasih Anda. Tanpa kabar sedikitpun, tanpa untaian kata dari
mulutnya. Katanya: aku tak putus dari dia!
“Malam ini terasa dingin..,
ia menyapaku dalam dunia yang tak nyata.”
Di
mata saya sama saja. Kita lihat pada ujungnya, berakhir sama saja. Pernah juga
saya berpura-pura bahagia, bersenang-senang tanpa alasan. Bahkan jika harus
saya keliling dunia sendirian. Mengapa? Untuk apa semua itu? Mimpi-mimpi saya
terkubur rapat-rapat. Tak bisa keluar, bahkan bernapas saja susah. Sinar
sunrise tak kunjung menerangi karena gelapnya keadaan saya. Sesampainya saya
harus belajar kembali. Jika dapat terwujud, saya ingin menjadi bocah kecil bagi
kedua orangtuaku. Ternyata menjadi dewasa itu sulit. Itu bukan seberapa dari
hidup saya yang sekarang.
0 Response to "Melawan Perasaan Hingga Kamu Kembali Normal"
Post a Comment