Tentang Kesibukan Kita, Tentang Hidup Kita

         Hari demi hari yang kita habiskan ini hanya omong kosong belaka. Mengapa bisa demikian? Satu alasan yang mendasari dan logis untuk kita terima: sibuk! Tidak perlu untuk kita menyalahkan satu sama lain sebab kita punya pandangan tersendiri. Apabila kita teruskan, maka sampai kapan pun kita tak akan pernah menemui ujungnya. Kita pergi ke kampus, setelah urusan kampus selesai lantas kita pulang ke rumah masing-masing. Setiap hari selalu seperi ini. Memang untuk sekarang ini kita mempunyai kesibukan tersendiri. Aku bergelut dengan organisasi kampus, sementara kamu sibuk akan kelulusanmu yang tinggal menunggu hitungan hari. Sebentar lagi kamu akan segera lulus, otomatis pula kamu akan semakin sibuk. Dan mengingat itu semua demi masa depanmu, kamu relakan perhatianku lepas dan tak kamu sambut dengan sumringah. Katamu: aku sibuk akan skripsiku! Iya, aku mengerti situasi yang menyulitkanmu. Kadang aku iri dengan mereka-mereka yang bermalam mingguan. Tak adakah sedikit niatanmu untuk mengajakku gembira di alun-alun Yogyakarta atau tempat wisata yang memberikan kesejukan akan indahnya panorama? Gadismu ini hanya meminta satu hal: berikan waktumu yang tersisa untukku, walaupun hanya semenit.

Ingat selalu, waktu tak bisa kita beli
      Pahamilah, bukan barang mewah yang ingin kudapatkan. Sosok hadirmu sudah cukup membuatku tersenyum. Kita bisa berbincang apa saja, tentang keluh kesah kita yang selama ini masih terpendam. Bagaimanapun juga aku berhak meminta waktu darimu. Kapan waktu yang tepat untuk kamu jalan denganku. Kita dan hanya kita berdua saja menghabiskan hari demi hari. Melepas penat sejenak dari permasalahan akademis maupun masalah keluarga. Akhirnya waktu akan terus-menerus terkikis. Waktu akan terus berjalan dan berputar. Waktu tak akan berbelas kasihan terhadap kita.
            “Waktu akan terus berjalan..,
             dan aku tak kuasa untuk menghentikannya.”

Masih ada harapan jika kamu mau berusaha
           Bila aku sedang jenuh, mengangkat teleponmu saja enggan. Bukan tanpa alasan karena aku ingin melihat seberapa besar usaha yang kamu lakukan. Apa kamu rela hubungan kita sampai di sini saja? Tak apa jika itu yang terjadi. Namun, aku harap tanpa penyesalan selanjutnya. Apakah ada yang lebih baik dariku? Jika ada, carilah! Mungkin di luar sana masih ada seorang perempuan yang kuat menghadapi sikapmu. Bersabar tanpa rasa lelah, hingga kamu tersadar kembali. Bahwasanya kita yang sekarang sudah tak seperti yang dulu.

Bila harus mengalah, akan aku laksanakan sepenuh hati
             Ini adalah sikap terbaik yang patut aku coba. Meski kutahu pahitnya akan menghujam relung hatiku. Bila senyum yang kuhadirkan ini tak cukup membuatmu bahagia, setelahnya aku hanya bisa memberikan kesabaranku untukmu. Dan di antara kita yang penuh akan intrik, kita nikmati saja dengan anggun. Tapi aku ingin mengutarakan maksud hatiku padamu: hidupku ini adalah pesakitan dan jiwaku terpenjara.

Seperti berada dalam mimpi yang tak pernah mampu membuatku terbangun
          Mungkin benar adanya jika aku ini munafik. Kamu pasti berpikir seperti itu. Suatu waktu bahkan aku pernah bertanya pada Tuhan mengenai cintaku ini. Apa aku masih bisa memanggilmu kekasih? Seterusnya, bayang malam itu semakin lara kurasakan. Setiap hari terpuruk dalam mimpi. Aku memujimu hingga jauh sampai ke langit ke tujuh, namun itu hanya di mimpiku. Rintihan suara batinku, apa seharusnya aku lari dari kenyataan? Salah satu alasan terlogis yang sekarang aku punya: sebab aku kekasihmu.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tentang Kesibukan Kita, Tentang Hidup Kita"